A. Pengertian
Metode Pengajaran
1.
Pengertian
Metode
Secara
harfiah “metodik” itu berasal dari kata “metode” (method). Metode berarti suatu
cara kerja sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan. Dari segi bahasa
Metode berasal dari bahasa Greek-Yunani, yaitu “Metha” yang berarti "melalui atau
melewati" dan "Hodos" yang berarti "Jalan
atau cara". Dengan demikian
metode dapat diartikan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Jalan untuk mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya
sebagai cara untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran.[1]
Metode
adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
yang mencapai tujuan yang di tentukan.
2.
Pengertian
Pengajaran
Menurut
Sikun Pribadi Guru Besar IKIP Bandung berpendapat bahwa pengajaran itu adalah
suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan
psikomotorik semata-mata, yaitu supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih
cakap berpikir kritis, sistematis dan objektif serta terampil dalam mengerjakan
sesuatu.
Menurut Thoifuri bahwa metode pengajaran adalah cara yang ditempuh
guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat
berdasarkan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh hasil yang maksimal.[2]
Menurut Syaiful B.Djamarah dkk., metode
memiliki kedudukaan :
a)
Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM)
b) Menyiasati
perbedaan individual anak didik
c) Untuk
mencapai tujuan pembelajaran.[3]
3.
Pengertian Metode Pengajaran PAI
Secara singkat Metodelogi pendidikan agama adalah : ” segala usaha
yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan agama, dengan
melalui berbagai aktifitas, baik didalam maupun diluar kelas dalam lingkungan
sekolah.[4]
Metode Mengajar itu adalah suatu teknik bahan penyampaian bahan pelajaran
kepada murid. Ia dimaksudkan agar murid dapat menangkap menangkap pelajaran
dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan baik. Atau dengan kata lain
metode pngajaran adalah penyusunan pengajaran yang sesuai dengan daya serap
murid.[5]
Sesuai dengan uraian diatas, bahwa
metode mengajar adalah :
Merupakan salah satu komponen daripada proses
pendidikan.
Merupakan alat mencapai tujuan yang didukung
oleh alat-alat bantu mengajar.
Merupakan suatu kebulatan dalam suatu sistem
pendidikan.[6]
B. Macam-Macam
Metode Inkonvensional dalam Pendidikan
Dalam garis
besarnya metode diklasifikasikan menjadi dua,yaitu konvensional dan
inkonvensional. Berbagai macam metode tidak ada yang sempurna melainkan
masing-masing mempuyai kelebihan dan kelemahan. Pada saat ini yang akan kami
jelaskan mengenai metode Inkonvensional, sebagai berikut :
Metode
Inkonvensional adalah suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum
lazim digunakan yang masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan
diterapkan di beberapa sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang
lengkap serta guru-guru ahli menanganinya.
Metode
Inkonvensional adalah suatu metode mengajar yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, seperti :
1.
Metode Insersi (Sisipan, Lampiran)
Metode lampiran
(insersi), merupakan metode yang baru diperkenalkan belakangan ini. Sehingga
metode ini belum begitu dikenal dan populer, tetapi telah sering terlaksana
dalam berbagai media dan berdaya guna.
Metode lampiran
(insersi), yaitu cara menyajjikan bahan/materi pelajaran dengan cara; inti sari
ajaran-ajaran Islam atau jiwa agama/emosi religius diselipkan/disisipkan di
dalam mata pelajaran umum (ilmu-ilmu yang bersifat sekuler).[7]
Sifat
penyisipan jiwa agama ke dalam mata pelajaran umum, seperti bidang studi hukum,
ilmu sosial, ilmu pasti, ilmu sjarah dan bidang-bidang ilmu-ilmu lainnya itu
hendaknya disajikan secara halus, sehingga hampir tidak terasa/kentara, bahwa
sesungguhnya siswa/mahasiswa telah mendapat suntikan atau santapan rohaniah
(agama).
Pelaksanaan
pengajaran melalui metode insersi atau lampiran ini dilihat dari segi waktu
pelaksanaannya, tidaklah terlalu memakan banyak waktu, sebab disaat
berlangsungnya atau berakhirnya pelajaran umum lalu dihubungkan sebentar (2
atau 3 menit), dengan hal-hal yang mengandung nilai agama, baik dengan melalui
prolog, melalui cerita mini maupun dengan melalui penguatan dalil logika, yang
dapat menggugah semangat dan perhatian siswa/mahasiswa.
Namun yang penting disini, sebagaimana guru dapat merencanakan persiapan mengajar sebaik-baiknya, sebab disini tujuan pokok adalah mengajarkan pelajaran umum. Sedangkan pelajaran agama hanya bersifat sisipan/selipan saja. Guru umum dalam menyajikan pelajaran umum menyisipkan nilai agama disaat ia mengajar umum itu.
Namun yang penting disini, sebagaimana guru dapat merencanakan persiapan mengajar sebaik-baiknya, sebab disini tujuan pokok adalah mengajarkan pelajaran umum. Sedangkan pelajaran agama hanya bersifat sisipan/selipan saja. Guru umum dalam menyajikan pelajaran umum menyisipkan nilai agama disaat ia mengajar umum itu.
Kebaikan metode lampiran/insersi :[8]
1. Dalam
pelaksanaannya, melalui metode ini, tidak banyak memakan waktu. Sebab
dengancara menyisipkan secara halus terhadap jiwa agama dalam vak umum, guru
hanya memerlukan waktu berkisar, 2 sampai 3 menit saja.
2. Siswa
dengan tanpa disadari, telah mendapatkan pengetahuan dan pengalaman berupa
agama berupa santapan rohaniah
3. Merupakan
selingan yang bermanfaat, dan bernilai ibadah.
4. Tidak
memerlukan saran/peralatan yang memadai
Keluhan metode ini :
1. Penyajian
pelajaran agama tidak mendalam, karena materi pelajaran agama hanya diberikan
sambil lalu.
2. Dapat
mengaburkan persepsi anak didik terhadap agama, bila guru tidak pandai membawa
murid/siswa kepad pengertian yang jelas. Sebab guru tidak memiliki jiwa agama
dan pengetahuan yang cukup. Semestinya sang guru memiliki jiwa agama/motivasi
keagamaan yang kuat.
3. Memerlukan
kemahiran dan kejelian dalam membaca situasi kelas, jangan sampai kentara,
namun mengena.
4. Memerlukan
perencanaan yang matang. Hal ini merupakan tantangan bagi guru-guru umum, agar
dapat memberi napas agama pada tugas-tugas mengajar mereka.[9]
Saran-saran pelaksanaannya :
a. Sebelum
pelajaran disajikan di sekolah, ada dua hal yang perlu diwujudkan oleh seorang
guru, yaitu :
1. Persiapan
mengajar yang matang setiap kali pertemuan
2. Perencanaan
yang serasi mengenai situasi dan kondisi kelas dengan materi pelajaran pokok/umum
b. Menyajikan
bahan pelajaran agama tersebut disesuaikan dengan taraf perkembangan dan
pemikiran anak didik/mahasiswa
c. Memerlukan
keseungguhan dan penghayatan jiwa agama yang tinggi dari guru yang memegang
mata pelajaran umum
2.
Metode Audio Visual
Metode audio
visual yaitu : suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan
alat-alat media pengajaran yang dapat memperdengarkan, atau memperagakan bahan-bahan
tersebut sehingga siswa/murid-murid dapat menyaksikan secara langsung,
mengamat-amati secara cermat, memegang/merasakan bahan-bahan peragaan itu. Pada
setiap kali penyajian bahan pelajaran semestinya guru menggunakan media
pengajaran, seperti lembaran balik, papan planel, proyektor, dan lain
sebagainya.
Metode audio
visual dikenal dengan keharusan penggunaan audio visual aids atau audio visual
material. Ketiga istilah (baik audio visual aids, audio visual material, maupun
audio visual method) sama-sama menekankan kepada pemberian pengalaman secara
nyata kepada anak didik. Dengan melihat langsung, mendengar, meraba, mencium
jika perlu, tentang hal-hal yang dipelajari itu.
Jadi inti
pengajaran audio visual ini adalah dipergunakan beberapa alat/bahan media
pengajaran antar lain melalui film strip, radio, TV, piringan hitam, tape
recorder, gambar-gambar peta, dan lain-lain sebagainya. Lebih utama menggunakan
benda-benda asli sebagai peraga.
Langkah-langkah yang ditempuh
dengan metode audio visual :
a. Bendanya
yang asli itu perlu diperagakan didepan kelas jika mungkin
b. Contohnya
dalam ukuran kecil (misalnya miniatur kapal terbang, televisi), dan lain
sebagainya
c. Foto
dari suatu benda, bentuk-bentuk gambar lain atau guru sendiri dapat
menggambarnya di papan tulis
d.
Jika ketiga hal tersebut diatas tidak dapat kita
usahakan, maka guru dapat menjelaskan bentuk bendanya, sifat-sifatnya, dengan
jalan mendemonstrasikan melalui gerakan tangan, kata-kata atau mimik tertentu,
sehingga menarik perhatian anak didik/siswa
Kebaikan
metode audio visual :
a) Siswa
dapat menyaksikan, mengamati serta mengucapkan langsung sekaligus
b) Dengan
memeragakan bendanya secara langsung tersebut, hal ini sangat menarik perhatian
siswa
c) Pengetahuan
siswa menjadi inegral, fungsional dan dapat terhindar dari pengajaran verbalisme
d) Pengajaran
menarik minat dan perhatian siswa
Kekurangan
metode audio visual :
a)
Memerlukan waktu dan perencanaan yang matang
b)
Tugas guru menjadi berat, sebab disamping harus
merencanakan materi pelajaran yang akan disajikan juga harus menguasai berbagai
alat sarana peragaan/media pengajaran berbagai alat sarana peragaan serta alat
komunikasi lainnya.
c)
Pengadaan alat sarana peragaan memerlukan biaya dan
pemeliharaan yang cukup memadai
d) Kecenderungan
menganggap bahwa pengajaran melalui berbagai macam alat/media pengajaran
bersifat pemborosan, bahkan memakan/menyita waktu yang banyak.
Pada pelajaran
agama, dengan melalui metode visual ini diharapkan pengajaran menjadi lebih
bermakna dan mudah dipahami serta dihayati. Misalnya pengajaran fiqh, seperti :
bagaimana proses mengafani, memandikan mayat/jenazah dengan cara audio visual,
atau melalui visualisasi peragaan. Juga dapat diterapkan cara bagaimana proses
melaksanakan tawaf. Demikian juga proses pengajaran bahasa Arab melalui alat
pendengaran berupa tape recorder. Dan berbagai topik lainnya yang dapat
disajikan melalui audio visual tersebut.
3.
Metode Pemecahan masalah (problem solving)
Problem
solving, adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan dimana siswa
dihadapkan dengan kondisi masalah. Dari masalah yang sederhana, menuju kepada
masalah yang sulit/muskil.
John Dewey
(AS), sebagai tokoh pencipta metode problem solving ini menyarankan agar dalam
pelaksanaan melalui metode ini siswa/siswi dibiasakan percaya pada diri sendiri
untuk mengatasi kesulitan/masalah yang sedang dihadapinya. Baik mengenai
dirinya sendiri, lingkungan maupun lingkungan dalam arti yang lebih luas, yakni
masyarakat.
Pada pelajaran agama melalui penerapan metode problem solving
ini, misalnya menyajikan bahan pelajaran fiqh, yakni masalah yang mengandung
problematik dan khilafiah para ulama, serta topik lain yang justru mengandung
problem bagi siswa untuk kemudian dipecahkan. Tujuan metode ini adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan
masalah, agar anak-anak terbiasa berlatih menghadapi berbagai masalah,
sebagai calon pemimpin ia berkemampua tinggi dan siap mental menghadapi/ memecahkan
berbagai masalah.
Metode problem solving tepat digunakan :
a)
Bila pelajaran dimaksudkan untuk melatih siswa berfikir
ilmiah dan analitis
b)
Apabila pelajaran dimaksudkan untuk melatih keberanian
siswa, dan rasa tanggung jawab dalam menghadapi kehidupan yang menantang
c)
Untuk mendorong berfikir mandiri dan berdikasi
d) Apabila
untuk menumbuhkan wawasan/harizon yang luas tentang berbagai pemikiran agama
Islam
Keunggulan
metode problem solving :
1) Mendorong
siswa untuk berfikir aktif dan kreatif dalam mencari bentuk-bentuk pemecahan
masalah sepenuh hati dan teliti. Meskipun harus melalui trial and error (terus
mencoba, meskipun mengalami kesalahan).
2) Mendorong
siswa untuk belajar sambil bekerja (learning by doing)
3) Memupuk
rasa tanggung jawab
4) Mendorong
siswa untuk tidak berfikir sempit, fanatik.
5) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
6) Berpikir dan bertindak kreatif.
7) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
8) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
9) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
10) Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
11) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dunia kerja.
Kelemahan
metode problem solving :
1. Tidak
semua pelajaran dapat mengandung masalah/problem, yang justru harus dipecahkan.
Akan tetapi memerlukan pengulangan dan latihan-latihan tertentu. Misalnya pada
pelajaran agama, mengenai cara pelaksanaan shalat yang benar, cara berwudhu,
dan lain-lain
2. Kesulitan
mencari masalah yang tepat/sesuai dengan taraf perkembangan dan kemampuan siswa
3. Banyak
menimbulkan resiko. Terutama bagi anak yang memiliki kemampuan kurang.
Kemungkinan akan menyebabkan rasa frustasi dan ketegangan batin, dalam
memecahkan masalah-masalah yang muskil dan mendasar dalam agama.
4. Kesulitan
dalam mengevaluasi secara tepat. Mengenai proses pemecahan masalah yang
ditempuh siswa.
5. Memerlukan
alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang lain dan perencanaan yang matang.
6. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.
Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan
mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
Saran-saran dalam pelaksanaan metode problem solving :
Agar metode problem solving ini dapat efektif dalam
pelaksanaannya, maka perlu kiranya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Dalam
memilik masalah mempertimbangkan aspek kemampuan dan perkembangan anak didik
b) Siswa
terlebih dahulu dibekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
c) Bimbingan
secara kontinu dan persediaan alat-alat/sarana pengajaran yang perlu
diperhatikan
d) Merencanakan
tujuan yang hendak dicapai secara sistematis
4.
Metode inquiry
Inquiry yaitu
salah satu metode pengajaran dengan cara guru menyuguhkan suatu peristiwa
kepada siswa yang menimbulkan teka-teki, dan memotivasi siswa untuk mencari
pemecahan masalah.
Metode inquiry
ditelusuri dari fakta menuju teori. Dengan harapan agar siswa terangsang untuk
mencari dan meneliti, serta memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri. Dalam
pelaksanaannya metode inquiry dapat dilakukan dengan cara guru membagi tugas
meneliti suatu masalah di kelas. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dan
masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus diselesaikan.
Kemudian tugas itu mereka pelajari, mereka teliti, serta dibahas bersama-sama
dalam kelompoknya. Setelah dibahas, dan didiskusikan, kemudian masing-masing
kelompok itu membuat laporan hasil kerja, dengan cara sistematis dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Inquiry juga
dapat berjalan dengan cara sebagai berikut guru menunjukkan sesuatu
benda/barang, atau buku yang masih asing bagi siswa didepan kelas. Kemudian
semua siswa disuruh mengamati, meraba, melihat dan membaca dengan seluruh alat
indera secara cermat. Lalu guru memberikan masalah, atau pertanyaan kepada
seluruh siswa, yang sudah siap dengan jawaban atau pendapat. Dalam hal ini
masalah yang diajukan kepada siswa itu tidak boleh menyimpang dari garis
pelajaran yang telah diberikan/direncanakan tersebut, metode ini setingkat
lebih maju dari problem solving, karena permasalahannya bersifat penelitian
(research).
Keunggulan
metode inquiry :
a) Mendorong
siswa berpikir secara ilmiah dalam setai pemecahan masalah yang dihadapi
b) Membantu
dalam menggunakan ingatan, dan transfer pengetahuan pada situasi proses
pengajaran
c) Mendorong
siswa untuk berfikir kreatif dan intuitif, dan bekerja atas dasar inisiatif
sendiri
d) Menumbuhkan
sikap obyektif, jujur dan terbuka
e) Situasi
proses belajar mengajar menjadi hidup dan dinamis
Kekurangan metode inquiry :
a)
Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang. Bagi
guru yang terbiasa dengan cara tradisional, merupakan beban yang memberatkan
b)
Pelaksanaan pengajaran melalui metode ini, dapat
memakan watu yang cukup panjang. Apalagi proses pemecahan masalah itu
memerlukan pembuktian secara ilmiah
c)
Proses jalannya inquiry akan menjadi terhambat, apabila
siswa telah terbiasa cara belajar “nrimo” tanpa kritik dan pasif apa yang
diberikan oleh gurunya
d)
Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah. Akan
tetapi justru memerlukan pengulangan dan penanaman nilai. Misalnya pada
pengajaran agama, mengenai keimanan, ibadah dan akhlak
e)
Metode inquiry ini baru dilaksanakan pada tingkat SLTA,
Perguruan Tingi. Dan untuk tingkat SLTP dan tingkat SD masih sulit
dilaksanakan. Sebab pad tingkat tersbeut anak didik belum mampu berpikir secara
ilmiah, merupakan ciri dari metode inquiry.
Hal-hal
yang dapat mempertinggi teknik inquiry :
Agar teknik inquiry dapat dilaksanakan dengan baik, memerlukan
kondisi belajar sebagai berikut:
a) Menciptakan
situasi kondisi yang fleksibel (tidak terlalu kaku) dalam interaksi belajar,
dan siswa belajar dari perasaan takut dan tekanan
b) Kondisi
lingkungan yang dapat memancing gairah intelektual, dan semangat belajar yang
tinggi
c) Guru
mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan responsive.
5.
Metode Discovery
Salah satu
metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang
sudah maju adalah metode discovery, hal itu disebabkan karena metode discovery
ini:
a)
Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif,
b)
Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka
hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah
dilupakan siswa,
c)
Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian
yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi
lain,
d) Dengan
menggunakan strategi penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah
yang akan dapat dikembangkannya sendiri,
e)
dengan metode penemuan ini juga, anak belajar berfikir
analisis dan mencoba memecahkan probela yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini
akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.[10]
Dengan demikian
diharapkan metode discovery ini lebih dikenal dan digunakan di dalam berbagai
kesempatan proses belajar mengajar yang memungkinkan.
Metode
Discovery menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai suatu prosedur
mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan
lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi.
Metode
Discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode
mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses,
mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Encyclopedia of
Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi
bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan ketrampilan
menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai
tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery
adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan
siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa
diberitahukan atau diceramahkan saja.
Suryosubroto
(2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa discovery adalah proses mental
dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental
tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Langkah-langkah
pelaksanaan metode penemuan menurut Suryosubroto (2002:197) yang mengutip
pendapat Gilstrap (1975) adalah:
a.
Menilai kebutuhan dan minat siswa, dan menggunakannya
sebagai dasar untuk menentukan tujuan yang berguna dan realities untuk mengajar
dengan penemuan,
b.
Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat
siswa, prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa
yang akan dipelajarai,
c.
Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga
memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam belajar dengan penemuan,
d.
Berkomunikasi dengan siswa akan membantu menjelaskan
peranan penemuan,
e.
Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah yang
minta dipecahkan,
f.
Mengecek pengertian siswa tentang maslah yang digunakan
untuk merangsang belajar dengan penemuan,
g.
Menambah berbagai alat peraga untuk kepentingan
pelaksanaan penemuan,
h.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergiat
mengumpulkan dan bekerja dengan data, misalnya tiap siswa mempunyai data harga
bahan-bahan pokok dan jumlah orang yang membutuhkan bahan-bahan pokok tersebut,
i.
Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data
sesuai dengan kecepatannya sendiri, sehingga memperoleh tilikan umum,
j.
Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman
belajarnya, walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri,
k.
Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan
data dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa dalam kelangsungan
kegiatannya,
l.
Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan
eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi
proses,
m. Mengajarkan
ketrampilan untuk belajar dengan penemuan yang diidentifikasi oleh kebutuhan
siswa, misalnya latihan penyelidikan,
n.
Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya
merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan data yang
terkumpul,
o.
Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan
tingkat yang sederhana,
p.
Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandanganan
dan tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi membantu menarik
kesimpulan yang benar,
q.
Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan
alas an dan fakta,
r.
Memuji siswa yang sedang bergiat dalam proses penemuan,
misalnya seorang siswa yang bertanya kepada temannya atau guru tentang berbagai
tingkat kesukaran dan siswa siswa yang mengidentifikasi hasil dari
penyelidikannya sendiri,
s.
Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan
ide, generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula dan
yang telah ditemukan melalui strategi penemuan,
t.
Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah
ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi berikutnya, yaitu
situasi dimana siswa bebas menentukan pendekatannya.
Sedangkan
langkah-langkah menurut Richard Scuhman yang dikutip oleh Suryosubroto
(2002:199) adalah : (a) identifikasi kebutuhan siswa, (b) Seleksi pendahuluan
terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan
dipelajari, (c) Seleksi bahan, dan problema serta tugas-tugas, (d) Membantu
memperjelas problema yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa, (e)
Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan, (f) Mencek pemahaman
siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa, (g) Memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, (h) Membantu siswa dengan
informasi, data, jika diperlukan oleh siswa, (i) memimpin analisis sendiri
dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses, (j) Merangsang
terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa, (k) memuji dan membesarkan siswa
yang bergiat dalam proses penemuan, (l) Membantu siswa merumuskan
prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.
Metode
discovery memiliki kebaikan-kebaikan seperti diungkapkan oleh Suryosubroto
(2002:200) yaitu:
a.
Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak
persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa, andaikata
siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses
penemuan datang dari usaha untuk menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana
belajar itu,
b.
Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi
sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti
pendalaman dari pengertian retensi dan transfer,
c.
Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa,
misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan
dan kadang-kadang kegagalan,
d.
metode ini
memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya
sendiri,
e.
metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara
belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk
belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus,
f.
Metode discovery dapat membantu memperkuat pribadi
siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses
penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan,
g.
Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi
kesempatan pada siswa dan guru berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi
penemuan yang jawaban nya belum diketahui sebelumnya,
h.
Membantu perkembangan siswa menuju skeptisssisme yang
sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.
Kelemahan metode discovery
Suryosubroto (2002:2001) adalah:
a.
Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk
cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usanya
mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau
menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subyek, atau
dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang
lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi
pada siswa yang lain,
b.
Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.
Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan
teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
c.
Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin
mengecewakan guru dan siswa yang sudahy biasa dengan perencanaan dan pengajaran
secara tradisional,
d.
Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai
terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan
diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan
untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara
keseluruhan,
e.
Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk
mencoba ide-ide, mungkin tidak ada,
f.
Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan
untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi
terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya.
Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.
Metode
Discovery menurut Rohani (2004:39) adalah metode yang berangkat dari suatu
pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek
pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal
sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Proses
pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat
menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam
aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan
pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan
peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk
kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru.
Ada lima tahap
yang harus ditempuh dalam metode discovery menurut Rohani(2004:39) yaitu: (a)
Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik, (b) Penetapan jawaban
sementara atau pengajuan hipotesis, (c) Peserta didik mencari informasi , data,
fakta, yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah dan menguji
hipotesis, (d) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi, (e) Aplikasi
kesimpulan atau generalisasidalam situasi baru.
Metode
Discovery menurut Roestiyah (2001:20) adalah metode mengajar mempergunakan
teknik penemuan. Metode discovery adalah proses mental dimana siswa
mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut
misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan
menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing
dan memberikan instruksi.
Pada metode discovery,
situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning
menjadi situasi student dominated learning. Dengan pembelajaran menggunakan
metode discovery, maka cara mengajar melibatkan siswa dalam proses kegiatan
mental melalui tukar pendapat dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan
mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Penggunaan
metode discovery ini guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar. Sehingga metode discovery menurut Roestiyah (2001:20)
memiliki keunggulan sebagai berikut: (a) Teknik ini mampu membantu siswa untuk
mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta panguasaan ketrampilan dalam proses
kognitif/ pengenalan siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat
pribadi / individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa
siswa tersebut, (c) Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa.
Metode
discovery menurut Mulyasa (2005:110) merupakan metode yang lebih menekankan
pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan metode penemuan lebih
mengutamakan proses daripada hasil belajar.
Cara mengajar
dengan metode discovery menurut Mulyasa (2005:110) menempuh langkah-langkah
sebagai berikut:
a)
Adanya masalah yang akan dipecahkan,
b)
Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta
didik,
c)
Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta
didik melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas,
d) harus
tersedia alat dan bahan yang diperlukan,
e)
Sususnan kelas diatur sedemian rupa sehingga memudahkan
terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar,
f)
Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengumpulkan data,
g)
Guru harus
memberikan jawaban dengan tepat dengan data serta informasi yang diperlukan
peserta didik.
Metode
Inquiry
Metode inquiry adalah metode
yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan
selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang
aktif (Mulyasa , 2003:234).
Kendatipun metode ini berpusat
pada kegiatan peserta didik, namun guru tetap memegang peranan penting sebagai
pembuat desain pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik
untuk melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan
pertanyaan, memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru
berkewajiban memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang
kondusif, dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang
bervariasi.
Inquiry pada dasarnya adalah
cara menyadari apa yang telah dialami. Karena itu inquiry menuntut peserta
didik berfikir. Metode ini melibatkan mereka dalam kegiatan intelektual. Metode
ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang
bermakna dalam kehidupan nyata. Dengan demikian , melalui metode ini peserta
didik dibiasakan untuk produktif, analitis , dan kritis.
Langkah-langkah dalam proses
inquiry adalah menyadarkan keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu
jawaban, serta menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk
menjawab permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah
menggunakan kesimpulan untuk menganalisis data yang baru (Mulyasa, 2005:235).
Strategi pelaksanaan inquiry
adalah: (1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap
materi yang akan diajarkan. (2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk
menjawab pertanyaan, yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran
yang dialami siswa. (3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan
yang mungkin membingungkan peserta didik. (4) Resitasi untuk menanamkan
fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya. (5) Siswa merangkum dalam bentuk
rumusan sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan (Mulyasa,
2005:236).
Metode inquiry menurut Roestiyah
(2001:75) merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk
mengajar di depan kelas, dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke
kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok
mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari,
meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka
di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan
baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke sidang pleno, dan terjadilah diskusi
secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan akan dirumuskan sebagai kelanjutan
hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan yang terakhir bila masih ada tindak lanjut
yang harus dilaksanakan, hal itu perlu diperhatikan.
Guru menggunakan teknik bila
mempunyai tujuan agar siswa terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta
meneliti sendiri pemecahan masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka
belajar bersama dalam kelompoknya. Diharapkan siswa juga mampu mengemukakan
pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya. Juga mereka diharapkan dapat
berdebat, menyanggah dan mempertahankan pendapatnya. Inquiry mengandung proses
mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah, merencanakan
eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik
kesimpulan. Pada metode inquiry dapat ditumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat
ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang
disetujui bersama. Bila siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti siswa
sedang melakukan inquiry.
Teknik inquiry ini memiliki
keunggulan yaitu : (a) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada
siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih
baik. (b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru. (c) mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas
inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka. (d) Mendorong
siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri. (e) Memberi
kepuasan yang bersifat intrinsik. (f) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.
(g) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. (h) Memberi kebebasan
siswa untuk belajar sendiri. (i) Menghindarkan diri dari cara belajar
tradisional. (j) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Metode inquiry menurut
Suryosubroto (2002:192) adalah perluasan proses discovery yang digunakan lebih
mendalam. Artinya proses inqury mengandung proses-proses mental yang lebih
tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen,
melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan,
dan sebagainya.
Belajar atau pembelajaran adalah
merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada
anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan
yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang
tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat
peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah
sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan
menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode
pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.
6.
Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang
sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih
dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya,
siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi
kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan
masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan
kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan
pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang
memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi
dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas.
Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang
penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok.
Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa
dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin
bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat
kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator
dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
7.
Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan
pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu
orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.[11]
Kelebihan
metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat
berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam
bekerjasama.
a. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
b. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan
pada waktu melakukan permainan.
d.
Permainan merupakan
pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
8.
Pembelajaran Berdasarkan
Masalah
Problem Based Instruction (PBI)
memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan
dialog.
Langkah-langkah:
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang
dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang
dipilih.
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas,
jadwal, dll.)
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
e.
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan.
Kelebihan:
a. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya
benar-benar diserapnya dengan baik.
b. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
c.
Dapat memperoleh dari berbagai
sumber.
Kekurangan:
a. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.
b. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
c.
Tidak semua mata pelajaran dapat
diterapkan dengan metode ini
9.
Cooperative Script
Skrip
kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara
lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
a. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
b. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu
mengingat/menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau
dengan materi lainnya.
e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
f. Kesimpulan guru.
g.
Penutup.
Kelebihan:
·
Melatih pendengaran,
ketelitian/kecermatan.
·
Setiap siswa mendapat
peran.
·
Melatih mengungkapkan
kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
·
Hanya digunakan untuk mata
pelajaran tertentu
·
Hanya dilakukan dua orang
(tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang
tersebut).
10. Picture and Picture
Picture
and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan
dengan materi.
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang /
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan
konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g.
Kesimpulan/rangkuman.
Kebaikan:
a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
b. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan: Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
11. Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu
metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok
kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya.
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain.
f. Kesimpulan.
Kelebihan:
·
Setiap siswa menjadi siap
semua.
·
Dapat melakukan diskusi
dengan sungguh-sungguh.
·
Siswa yang pandai dapat
mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
·
Kemungkinan nomor yang
dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
·
Tidak semua anggota
kelompok dipanggil oleh guru
12. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering
dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk
dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi.
Metode ini menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan
proses kelompok (group process skills).
Para guru yang menggunakan metode
investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian
kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat
terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari,
mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih,
kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara
keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi
kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah
umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task
oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok
heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar
khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik
yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada
langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan
dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai
sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang
diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling
terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat
mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
13. Metode Jigsaw
Pada
dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok
belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota
bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan
guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang
bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa
ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan
subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa
tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam
subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada
temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh
siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi
yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus
menguasai topik secara keseluruhan.
14. Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran
kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung
unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas
belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung
jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
a) Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian
kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah,
diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus
benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena
akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat
game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
b) Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang
anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau
etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman
kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja
dengan baik dan optimal pada saat game.
c) Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar
kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat
skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d) Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap
unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan
lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja
turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga
siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
e) Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian
mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat
atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team
mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team”
apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
15. Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa
dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota
lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota
kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua
anggota dalam kelompok itu mengerti.
4) Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5) Memberi evaluasi.
6)
Penutup.
Kelebihan:
1) Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2)
Melatih kerjasama dengan
baik.
Kekurangan:
1) Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2)
Membedakan siswa.
16. Model Examples Non Examples
Examples
Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh
dapat dari kasus/gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
a) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
b) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
c) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan / menganalisa gambar.
d) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari
analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
e) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f)
Mulai dari komentar / hasil
diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
g)
Kesimpulan.
Kebaikan:
Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
a) Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
b)
Siswa diberi kesempatan
untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
a) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
b)
Memakan waktu yang lama.
17. Model Lesson Study
Lesson
Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya
disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto
Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini
meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap
perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan
dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian
mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses
pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti
tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar
kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran
yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini
juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6.
Hasil pada (5) selanjutnya
diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke
(2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
a. Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika
dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
18. Metode
Pembelajaran Hypnoteaching
Menyajikan
materi pelajaran dengan sebuah teknik yang diistilahkan dengan “hypnoteaching”.
Yaitu menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar.
Sehingga perhatian siswa akan tersedot secara penuh pada materi. Siswa akan
memperhatikan dan enggan untuk berpaling.[13]
Untuk melakukan
hypnoteaching, hanya diperlukan langkah-langkah sederhana.
Berikut ini adalah langkah-langkah dasar yang wajib dilakukan agar dapat menguasai jurus menjadi guru yang menguasai hypnoteaching. Langkah-langkah tersebut adalah :
Berikut ini adalah langkah-langkah dasar yang wajib dilakukan agar dapat menguasai jurus menjadi guru yang menguasai hypnoteaching. Langkah-langkah tersebut adalah :
a. Niat
dan motivasi dalam diri.
Kesuksesan
seseorang tergantung pada niat seseorang untuk bersusah payah dan bekerja
cerdas untuk mencapai kesuksesan tersebut. Niat yang besar akan memunculkan
motivasi yang tinggi, serta komitmen untuk concern dan survive pada bidang yang
di tekuni. Mari, lakukan sesuatu yang kita yakin akan dapat mengembangkan
kualitas diri kita. Termasuk hypnoteaching. Abaikan suara-suara dan
perasaan-perasaan yang menghambat untuk maju.
b. Pacing.
Langkah
kedua ini adalah langkah yang sangat penting. Pacing berarti menyamakan posisi,
gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan orang lain, atau siswa.
Prinsip dasar disini adalah “manusia cenderung, atau lebih suka berkumpul
/ berinteraksi dengan sejenisnya / memiliki banyak kesamaan”. Secara alami dan
naluriah, setiap orang pasti akan merasa nyaman dan senang untuk berkumpul
dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengannya. Sehingga orang-orang dalam
golongan itu akan merasa nyaman berada di dalamnya. Dengan kenyamanan yang
bersumber dari kesamaan gelombang otak ini, maka setiap pesan yang disampaikan
dari orang satu pada orang-orang yang lain akan dapat diterima dan dipahami
dengan sangat baik.
Cara-cara
melakukan pacing pada siswa:
·
Bayangkan kita adalah seusia siswa-siswa kita.
Disamping juga melakukan aktivitas dan merasakan hal-hal yang dialami
siswa-siswa kita pada masa sekarang. Bukan pada saat kita masih sekolah dulu.
·
Gunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa yang
sering digunakan oleh siswa-siswa kita. Kalau perlu gunakan bahasa gaul yang
sedang trend di kalangan siswa-siswa.
·
Lakukan gerakan-gerakan dan mimik wajah yang
sesuaiæ
dengan tema bahasan kita.
·
Sangkutkan tema pelajaran yang kitaæ
bawakan dengan tema-tema yang sedang trend di kalangan siswa-siswa kita.
·
Selalu update pengetahuan kita tentang tema,
bahasa hingga gossip terbaru yang sedang trend di kalangan siswa.
Dengan melakukan hal-hal tersebut, maka tanpa sadar gelombang pikiran
kita telah sama dengan para siswa. Akibatnya adalah siswa-siswa kita merasa nyaman
untuk bertemu dengan kita.
c. Leading.
Leading
berarti memimpin atau mengarahkan setelah proses pacing kita lakukan. Setelah
melakukan pacing, maka siswa akan merasa nyaman dengan kita. Pada saat itulah
hampir setiap apapun yang kita ucapkan atau tugaskan pada siswa , maka siswa
akan melakukannya dengan suka rela dan bahagia. Sesulit apapun materinya, maka
pikiran bawah sadar siswa akan menangkap materi pelajaran kita adalah hal yang
mudah, maka sesulit apapun soal ujian yang diujikan, akan ikut menjadi mudah,
dan siswa akan dapat meraih prestasi belajar yang gemilang.
d. Gunakan
kata positif.
Langkah
berikutnya adalah langkah pendukung dalam melakukan pacing dan leading.
Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran bawah sadar yang
tidak mau menerima kata negative. Yang terjadi pada pikiran bawah sadar
manusia, yaitu tidak menerima kata negative.
e. Berikan
pujian.
Pujian
merupakan reward peningkatan harga diri seseorang. Pujian merupakan salah satu
cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Maka berikanlah pujian dengan tulus
pada siswa. Dengan pujian, seseorang akan terdorong untuk melakukan yang lebih
dari sebelumnya.
f. Modeling.
Modeling adalah
proses memberi tauladan melalui ucapan dan perilaku yang konsisten. Hal ini
sangat perlu dan menjadi salah satu kunci hypnoteaching. Setelah siswa menjadi
nyaman dengan kita. Maka perlu pula kepercayaan (trust) siswa pada kita
dimantapkan dengan perilaku kita yang konsisten dengan ucapan dan ajaran kita.
Sehingga kita selalu menjadi figure yang dipercaya.
Hypnoteaching
merupakan gabungan dari lima metode belajar mengajar seperti quantum learning, accelerate learning, power
teaaching, Neuro-Linguistic Programming (NLP) dan hypnosis. “Alam bawah sadar lebih besar dominasinya terhadap cara
kerja otak.
Kelebihan
dari pembelajaran hypnoteaching:
a. Proses
belajar mengajar yang lebih dinamis dan ada interaksi yang baik antara guru dan
siswa
b. Siswa
dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya
c. Proses
pemberian ketrampilan banyak diberikan disini
d. Proses
pembelajarannya lebih beragam
e. Siswa
dapat dengan mudah menguasai materi, karna termotivasi lebih untuk belajar
f. Pembelajaran
bersifat aktif
g. Pemantauan
terhadap peserta didik lebih intensif
h. Siswa
dibiarkan berimajinasi dan berfikir kreatif
i.
Siswa akan melakukan pembelajaran dengan senang hati
j.
Daya serapnya lebih cepat dan lebih bertahan lama,
karena siswa tidak menghafal
k. Perhatian
siswa akan tersedot penuh terhadap materi
Kekurangan
dari pembelajaran hypnoteaching:
a. Metode
ini belum banyak digunakan oleh para pengajara di Indonesia
b. Banyaknya
siswa yang ada disebuah kelas, menyebabkan kurangnya waktu dari guru untuk
memberi perhatian satu per satu peserta didiknya.
c. Perlu
pembelajaran agar guru bisa melakukan Hypnoteaching
d. Tidak
semua pengajar menguasai metode ini.
e. Kurangnya
sarana dan prasarana yang ada disekolah
19. Metode
Menyelubung (Wrapping)
Metode membungkus
(wrapping method) maksudnya ialah : cara menyajikan bahan/materi pelajaran
agama atau hikmah keimanan dan sebagainya, sengaja dibungkus atau diselubungi
dengan bentuk-bentuk lain, misalnya kisah cerita atau dengan ilmu-ilmu lain
seperti sejarah, ilmu-ilmu skuler yakni vak umum yang ada disekolah atau
diperguruan tinggi. Yakni nilai norma agama diselubungi vak umum.
Jadi, untuk
menyampaikan pelajaran agama, sengaja dicari materi pelajaran lain bidang umum
sebagai pembungkusnya sehingga agama disajikan terselubung dalam pelajaran umum
itu. Hal ini dilakukan karena di lembaga sekolah umum tertentu sangat sulit
dimasuki pelajaran agama. Maka seorang guru/dosen agama, hanya dapat menempuh
dengan cara seperti ini.
Misalnya guru hanya
mengajar tentang sejarah Diponegoro, sejarah Perang Salib, dan lain-lainnya.
akan tetapi di dalamnya sengaja dihadirkan jiwa keimanan, keutamaan-keutamaan
agama serta fungsi kemahakuasaan Tuhan, yang disajikan secara menarik. Sehingga
lama-kelamaan secara berangusr-angsur rasa cinta gama dan rasa memilikinya
mulai tumbuh dan meresap pada jiwa mereka.
Berbeda dengan
inversi atau lampiran, metode membungkus (wrapping), untuk menyampaikan
pelajaran agama selalu memulai dengan vak umum yang berfungsi sebagai
pembawanya. Dan yang pokok adalah agamanya, sedangkan vak umum (pelajaran umum)
hanya sebagai kulitnya.
Pada metode
lampiran/inversi, unsur agama/jiwa agama hanya ditumpangkan dalam pelajaran vak
umum. Dan tugas pokok sang guru adalah di bidang vak umum tersebut. Walhasil
perbedaan kedua metode tersebut (metode lampiran/insersi dengan metode
membungkus/wrapping), adalah terletak pada mata pelajarannya.
Kebaikan metode membungkus/wrapping :
a.
Mealui metode membungkus/wrapping, ini berarti guru
dituntut disamping menguasai vak agama, sebaga itugas pokkoknya, juga harus
menguasai vak umum. Hal ini memungkinkan wawasan guru menjadi luas dan
integral.
b.
Pengetahuan siswa menjadi luas, sebagai konsekuensi
dari point pertama diatas
c.
Bila guru trampil dan simpatik dalam menyajikan materi
pelajaran, dengan sendirinya citra agama dan guru agama yang tadinya dianggap
remeh/rendah akan menjadi disenangi/dicintai, bahkan ada keinginan untuk
memperdalam ajaran-ajaran agama tersebut.
Kekurangan metode membungkus/wrapping
:
Sebagaimana halnya
metode lampiran/insersi, maka metode membungkus / wrapping memiliki unsur
kelemahan yang cukup mendasar, yaitu :
a.
Penyajian materi agama biasanya tidak jelas, bahkan
tersamar dengan vak umum yang merupakan sandaran / pembungkusnya
b.
Kebanyakan guru agama Islam/dosen agama, lemah dalam
menguasai pelajaran vak umum. Akibatnya kesulitan dalam meramu / menyajikan
pelajaran agama itu kedalam vak umum.
c.
Memerlukan perencanaan yang matang. Disini setiap saat
akan mengajar guru/dosen agama, bukan saja harus menyiapkan dan menguasai
pelajaran agama. Akan tetapi juga harus menyiapkan dan menguasai pelajaran vak
umum. Dan unu berarti tugas guru / dosen agama menjadi tidak ringan.
d.
Tidak semua pelajaran agama reliabel dengan pelajaran
vak umum.
Saran-saran :
a.
Sebaiknya guru agama meningkatkan pengetahuannya dan
penguasaan pelajaran vak umum, agar dengan itu dapat memadukan kedua pelajaran
(pelajaran agama dan umum) secara integral, dengan demikian pengetahuan menjadi
utuh dan padu.
b.
Pengalaman menunjukkan bahwa, banyak guru agama/dosen
yang megajar di lembaga-lembaga pendidikan umum lemah dalam penguasaan
metodologi pelajaran. Dan terkesan bahwa materi pelajaran agama yang
disampaikan lebih menonjolkan segi-segi hukum agama Islam semata. Dan agama
hanya lebih dipandang dari sudut syari’at. Akibatnya siswa/mahasiswa merasa takut
untuk belajar agama. Dan acuh untuk mendekatinya. Dan lebih berbahaya lagi
memandang remeh guru/dosen agama mereka. Maka dari itu, guru/dosen agama,
disamping hendaknya menguasai pelajaran juga menguasai metodologi pengajaran.
c.
Setiap akan memberikan materi pelajaran, guru hendaknya
merencanakan materi pelajaran secara matang. Hilangkanlah sikap dan kebiasaan
mengajar hanay untuk memenuhi panggilan kewajiban. Guru yang baik adalah ia
senantiasa bermotivasi untuk mencari dan menemukan sesuatu yang terbaik untuk
anak didiknya
d.
Untuk disadari oleh guru/dosen agama, bahwa ia adalah
sosok pribadi yang utuh dan bersih dihadapan anak didiknya. Dan menjadi cahaya
panutan dalam semua sikap dan tingkah lakunya. Akan tetapi sesekali kepribadian
tadi tercemar oleh pebuatan tercela dan nafsu yang rendah. Maka akibatnya
lunturlah kepribadian kepribadian tersebut dan hilanglah roh kebaikan dalam
dirinya. Maka dari itu, tunjukkanlah dan jagalah kepribadian itu secara baik.
Metode pengajaran modul, pengajaran berprogram,pengajaran
unit,metode CBSA, metode KBK dan metode KTSP.
v Metode
Pengajaran Modul
Modul adalah
suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun
secara sistematis, operasional,dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai
oleh pedoman penggunaannya untuk para guru. Dalam formatnya modul meliputi: pendahuluan,
tujuan pem-belajaran, tes awal, pengalaman belajar, sumber belajar dan tes
akhir.
v Metode
Pengajaran Berprogram
Metode
pengajaran berprogram adalah metode pengajaran yang memung-kinkan siswa untuk
mempelajari materi tertentu,terbagi atas bagian-bagian kecil yang dirangkaikan
secara berurutan untuk mencapai tujuan tertentu pula. Dalam pengajaran ini
siswa mempelajari sendiri uraian tertulis, kemudian memberikan jawaban atas
pertanyaan (yang biasanya tertulis pula), dan atas jawaban tersebut siswa
segera mendapat umpan balik.
v Metode
Pengajaran Unit
Metode
pengajaran unit adalah suatu sistem pengajaran yang berpusat pada suatu masalah
dan dipecahkan secara keseluruhan sehingga mempunyai arti. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa metode ini mempunyai kriteria; adanya tujuan yang luas
daan menyeluruh, perencanaan bersama, berpusat pada suatu masalah dan berpusat
pada siswa.
v Metode
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
Metode CBSA adalah
metode pengajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik
seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih
efektif dan efisien.
v Metode
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
KBK adalah
konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
tugas-tugas dengan standar performance tertentu (kompetensi), sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik,berupa penguasaan terhadap seperangkat
kompetensi tertentu.
v Metode
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
KTSP merupakan
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan, terdiri dari guru, kepala sekolah, Komite sekolah dan Dewan
Pendidikan. Untuk merealisasikan KTSP ini tentu disesuaikan dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah/daerah. karakteristik peserta didik.
[1] Abuddin Nata,Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:Wacana Ilmu,1997),Cet.1,h.91
[2] Thoifuri. 2008.Menjadi Guru Inisiator.Kudus: STAIN
kudus press.
[4] Dra.H.Zuhairini, Dkk; Metodik Khusus Pendidikan Agama. Usaha
Nasional, Surabaya. 1981. Lihat juga http://ppraudlatulmubtadiin.wordpress.com/2009/10/29/metodologi-pendidikan-agama-islam/
[5] Dr.Zakiaah Daradjat, Dkk;Metodologi
Pengajaran Agama Islam.Bumi Aksara, Jakarta. 2001.
[6] Ibid,.
Hal., 68
[7] http://syaifullaheducationinformationcenter.blogspot.com/metode-pengajaran-pendidikan-agama.html
[8] Ibid.,
[9] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar